Oleh: R. Mh. Zidni Ilman NZ, S.Fils
Manusia tidak pernah berhenti berkreasi. Mulai dari karya yang sederhana hingga yang kompleks sekalipun. Abu Muhammad Isma'il ibn Abi Bakr ibn 'Abdillah al-Muqri` ibn Ibrahim ibn 'Ali ibn 'Athiyah al-Syafdari al-Syawiri al-Syarji al-Yamani al-Husaini al-Syafi'i al-Asawi atau yang lebih dikenal sebagai Ibnul Muqri` (754 H/1353 M - 837 H/1433 M) adalah salah seorang ulama yang membuktikan bahwa manusia dapat melakukan sesuatu yang luar biasa. Ulama asal Yaman ini menunjukkan kecerdasan dan kreatifitasnya dengan menyusun sebuah kitab hiperteks yang hampir mustahil dilakukan, 'Unwân al-Syaraf al-Wâfî fî 'Ilm al-Fiqh wa al-'Arûdh wa al-Târîkh wa al-Naĥwi wa al-Qawâfî.
Sekilas, kitab ini terlihat biasa-biasa saja. Sebuah kitab dengan pembahasan fiqh standar madzhab Syafi'i sama seperti kitab-kitab fiqh lainnya. Namun apabila dicermati lebih teliti, maka di dalamnya akan ditemukan empat kitab lagi yang tertulis secara vertikal (lihat pada gambar). Kitab pertama membahas tentang ilmu 'arudh (warna hijau tua), yakni ilmu yang membahas hal-hal yang bersangkutan dengan karya sastra, syair, dan puisi. Ilmu 'arudh memberitahukan tentang wazan-wazan (timbangan) syair dan tujuannya adalah untuk membedakan proses dalam puisi serta membedakan antara syair dan bukan syair.
Sekilas, kitab ini terlihat biasa-biasa saja. Sebuah kitab dengan pembahasan fiqh standar madzhab Syafi'i sama seperti kitab-kitab fiqh lainnya. Namun apabila dicermati lebih teliti, maka di dalamnya akan ditemukan empat kitab lagi yang tertulis secara vertikal (lihat pada gambar). Kitab pertama membahas tentang ilmu 'arudh (warna hijau tua), yakni ilmu yang membahas hal-hal yang bersangkutan dengan karya sastra, syair, dan puisi. Ilmu 'arudh memberitahukan tentang wazan-wazan (timbangan) syair dan tujuannya adalah untuk membedakan proses dalam puisi serta membedakan antara syair dan bukan syair.
Kedua (warna coklat muda), bercerita tentang sejarah pemerintahan kerajaan-kerajaan Yaman dan Syam (Bani Rasul) dari awa berdiri (626 H/1229 M) hingga kitab ini selesai dibuat (804 H/1401 M). Ketiga (warna hijau muda), tentang ilmu nahwu yakni ilmu pengetahuan yang membahas perihal kata-kata Arab, baik ketika sendiri (satu kata) maupun ketika terangkai dalam kalimat. Dengan kaidah-kaidah ini, orang dapat mengetahui baris akhir kata. Tujuannya adalah untuk menjaga kesalahan-kesalahan dalam mempergunakan bahasa, untuk menghindarkan kesalahan makna dalam rangka memahami al-Qur`an dan hadits, serta tulisan-tulisan ilmiah atau karangan. Dan terakhir (warna coklat tua) berbicara soal qawafi, sebuah ilmu yang membahas suku terakhir kata dari bait-bait syair sehingga diketahui keindahan syair.
Al-Sakhawi menuturkan bahwa apa yang dilakukan oleh Ibnul Muqri` ini dilatarbelakangi oleh hasratnya untuk menjadi qadhi (hakim) setelah al-Majd al-Syairazi (pengarang kamus al-Muhith). Al-Majd sendiri sebelumnya telah menulis sebuah kitab yang ia persembahkan untuk penguasa Yaman saat itu, Sultan al-Asyraf al-Tsani alias Isma'il ibn al-'Abbas. Keunikan kitab tersebut adalah pada setiap barisnya selalu diawali dengan huruf Alif. Hal ini kemudian mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari Sultan.
Oleh karenanya, Ibnul Muqri` sengaja membuat kitab unik lain yang nantinya akan ia persembahkan pula kepada Sultan al-Asyraf al-Tsani. Namun sayangnya, Sang Sultan meninggal terlebih dahulu (803 H) setahun sebelum masterpiece Ibnul Muqri` ini selesai dibuat (804 H). Akhirnya, ia mempersebahkannya kepada penerusnya yang merupakan putra Sultan al-Asyraf al-Tsani, yakni Sultan Ahmad al-Nashir.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar