Photobucket

Laman

Sabtu, 05 November 2011

Pengalaman Berharga di Dunia Sastra: Berawal dari Seni Kaligrafi (Bag. 1)

Oleh: R. Mh. Zidni Ilman NZ, S.Fils


Seperti biasanya, liburan kuliah di pertengahan tahun 2002 kali itu saya manfaatkan untuk pulang ke kampung halaman. Masa libur yang cukup lama, hampir dua bulan, memberikan banyak kesempatan bagi saya untuk berkumpul dengan keluarga sekaligus cooling down setelah setahun berkutat dengan diskusi dan tugas perkuliahan yang melelahkan.

Berawal dari Kaligrafi
Masa senggang itu lebih banyak saya habiskan untuk jalan-jalan, bercanda ria dengan keluarga, ataupun santai di kamar. Saat di kamar, kegiatan yang saya lakukan adalah nonton tv, utak-atik komputer, baca buku, dan sesekali corat coret sambil mengasah kemampuan seni tulis huruf Arab (kaligrafi) yang saya pelajari dari Ustadz In'am di Ciputat.

Nah, saat corat-coret itulah tanpa sengaja saya bersentuhan dengan salah satu cabang sastra Arab, yakni syi'ir dan nazham. Secara etimologi, syi'ir berasal dari sya'ara atau sya'ura yang berarti "mengetahui dan merasakannya". Sedangkan menurut terminologi, syi'ir adalah "suatu kalimat yang sengaja disusun dengan menggunakan irama dan sajak yang mengungkapkan tentang khayalan atau imaginasi yang indah". (1)

Adapun nazham, secara etimologi, berasal dari kata nazhama yang berarti "menyusun". Dan secara terminologi, pengertiannya tidak terlalu berbeda dengan syi'ir. Perbedaanya terletak pada konten dan sistematika penulisannya. Syi'ir dibuat untuk menggambarkan suatu perasaan atau peristiwa tertentu secara acak, sementara itu nazham mengandung pembahasan dan penjelasan mengenai suatu cabang ilmu secara sistematis. Namun, karena syi'ir memiliki pengertian yang lebih luas, maka nazham dapat disebut sebagai syi'ir, dan tidak sebaliknya. 

Membuat Teks Muqaddimah dan 
Pada mulanya, saya bingung harus menulis apa untuk sekedar mengasah kemampuan kaligrafi saya ini. Kebetulan saat itu saya sedang fokus mempelajari salah satu jenis tulisan (khath), yakni Khath Naskhi -- tulisan Arab standar seperti halnya Times New Roman untuk tulisan Latin. Akhirnya saya putuskan untuk membuat teks pembukaan (muqaddimah) untuk ceramah atau sambutan yang terdiri dari beberapa kalimat pendek berakhiran huruf Ha atau Ta Marbuthah yang ketika waqaf bunyinya berubah menjadi Ha. Dua kalimat pertama berbunyi,

حَمْدًا وَشُكْرًا لِمَنْ أَعْطَى الرَّحْمَةَ * لِجَمِيْعِ الْمَخْلُوْقِ وَالْهِدَايَةَ * .....

"Segala puji dan syukur bagi Dzat yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada segenap makhluq"

Iseng-iseng saya baca kalimat tersebut dengan irama yang mirip dengan syi'iran, dan bisa! Skenario pun langsung berubah, dari semula membuat muqaddimah ceramah menjadi muqaddimah kitab nazham seperti halnya kitab 'Aqidat al-'Awwam,. Setelah selesai membuat muqaddimah sebanyak enam bait, saya kembali kebingungan mencari kira-kira tema apa yang mau dibahas. Berbagai ide bermunculan, dan saya memilih untuk membahas pembagian lima macam hukum fiqh Islam; wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Kurang dari satu jam, saya berhasil membuat sekitar sepuluh bait (selain muqaddimah) untuk menerangkan kelima macam hukum tersebut secara ringkas. Akan tetapi, lagi-lagi saya dibuat bingung untuk menentukan tema berikutnya yang akan dibahas.

Membuat Nazham Ilmu Nahwu
Setelah berfikir cukup lama, saya pun memilih untuk membahas ilmu nahwu bagi pelajar pemula. Adapun konten dan sistematika penulisannya merujuk pada kitab al-Ajurumiyyah dengan sedikit tambahan. Pilihan tersebut bukannya tanpa alasan. Pembahasan yang panjang dan sistem penulisan yang sudah demikian sistematis akan meringankan saya, mengingat kitab tersebut memiliki lebih dari dua puluh bab. Setidaknya, saya tidak perlu bingung-bingung lagi mencari tema pembahasan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Sejak saat itu, pikiran saya dihantui oleh proyek baru ini. Kapanpun, dimanapun, dan sedang melakukan kegiatan apapun, otak saya tak pernah berhenti untuk terus menerus membuat nazham. Kertas dan pulpen tidak pernah lepas dari tangan saya untuk mencatat bait-bait baru yang saya hasilkan. Hati kecil saya mengatakan bahwa saya harus berhasil menyelesaikan keseluruhan nazham ini secara utuh meski harus menghabiskan waktu berbulan-bulan dan siap dengan resiko apapun yang mungkin terjadi. Sebuah komitmen yang benar-benar kuat, sekuat pohon Rengas di Kali Cawang  dekat Bunen yang ada di kampung halaman saya, Buntet Pesantren Cirebon.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar