Photobucket

Laman

Sabtu, 17 September 2011

Doxa yang Terzhalimi di Tengah Polemik Dua Persepsi

Oleh: R. Mh. Zidni Ilman NZ, S.Fils


Manusia adalah makhluk yang berfikir. Secara kodrati, makhkuk dinamis ini senantiasa berfikir mengenai apapun yang dihadapinya. Mengamati, memahami, menghayati, mengkaji, dan menilai sangat melekat pada diri manusia. Jika menghadapi meja, maka aktifitas berfikirnya secara otomatis langsung bekerja. Mulai dari pertanyaan yang paling sederhana hingga yang kompleks sekalipun. Benda apa itu? Terbuat dari apa? Siapa yang membuatnya dan bagaimana cara membuatnya? Mengapa ia dibuat? Untuk apa dan untuk siapa? Bagus atau jelek? Baik atau buruk? Dan seterusnya, dan seterusnya. Pertanyaan yang sama akan terlintas saat ia menemukan objek lainnya. Demikianlah manusia, mengkaji dan terus mengkaji sedalam mungkin tanpa henti.

Sebagai objek kajian, meja disebut dengan "doxa". Begitu pula objek kajian lainnya. Bila sedang mengamati atau mengkaji sebuah pohon, maka pohon itu disebut doxa. Sama halnya ketika mengamati buku, pulpen, kursi, atau objek abstrak semisal konsep keadilan, demokrasi, agama, bahkan Tuhan sekalipun, maka pada saat itu buku, pulpen, kursi, keadilan, demokrasi, agama dan Tuhan berstatus doxa. Sedangkan pengamatan dan penilaian manusia itu sendiri disebut dengan "persepsi".

Dari sini muncullah dua kelompok besar yang mencoba mendekati objeknya dengan berbagai macam pendekatan dan teori. Kelompok pertama disebut dengan "Orthodoxy", yaitu kelompok yang secara tepat dan benar menggambarkan doxa sebagaimana adanya. Sedangkan pengamatan kelompok lainnya melenceng dari doxa, mereka itulah yang dikenal dengan sebutan "Heterodoxy".

Kaum Orthodoxy menganggap diri mereka ortodox dan menganggap orang lain sebagai heterodox. Sebaliknya, kaum Heterodoxy merasa dirinyalah yang ortodox dan justru pihak lain yang heterodox. Masing-masing mempertahankan persepsinya terhadap suatu doxa sekaligus menyalahkan persepsi lawannya. Bantahan ini dibantah lagi dengan persepsi berikutnya, sehingga muncul bantahan berikutnya. Lingkaran dialetika ini terus berlanjut tak berujung.

Apa Kabar Doxa?
Mengantisipasi persoalan ini, para filosof berusaha sekuat tenaga untuk menemukan formulasi yang tepat agar kita tidak larut dalam dunia persepsi dengan membiarkan doxa itu sendiri untuk berbicara. Sebagai contoh, sebut saja Fenomenologi. Pendekatannya terhadap suatu objek dianggap yang paling berhasil diantara pemikiran-pemikiran lainnya. Aliran filsafat yang diusung Edmund Husserl ini mencoba memaksa objek tersebut untuk mengatakan sendiri identitas yang sebenarnya tanpa pengaruh dari unsur manapun. Pada langkah awal, pengamatan seorang fenomenolog tampaknya menuai hasil, namun sayang pada tahap berikutnya ia kembali terlilit pada pusaran yang sama, terutama setelah ada orang lain yang membantah hasil pengamatan tersebut hingga perang persepsi antar keduanya kembali tak terhindarkan.

Kedua kelompok terlihat asyik dengan polemik ini. Dalam khazanah keilmuan Islam, seringkali kita melihat pertentangan antara Asy'ariyyah dan Mu'tazilah, Qadariyyah dan Jabariyyah, dan yang terbesar adalah antara Sunni dan Syi'ah, ditambah lagi dengan kehadiran Wahabi, Ahmadiyyah, dan aliran Islam lainnya. Sedangkan doxa -dalam hal ini Islam- hanya diam. Polemik berkelanjutan ini membuat doxa semakin terzhalimi dan tak tersentuh sama sekali, hingga akhirnya menepi lalu menghilang begitu saja. Itulah yang sebenarnya terjadi di ranah pemikiran di belahan dunia manapun. Tidak ada doxa, yang ada hanyalah persepsi.



Penutup dan Kesimpulan
Dalam hal ini, setiap orang pasti ingin menjadi seorang ortodox. Persoalannya adalah, siapa yang tahu di posisi mana sekarang ia berada, Orthodoxy atau Heterodoxy dan apa pula parameternya? Sekali lagi, siapa yang tahu? Tidak ada! Satu-satunya yang tahu hanyalah Yang Mahatahu. Untuk itu, berhati-hatilah dalam mempersepsikan sesuatu. Berusahalah menghormati dan menghargai pendapat serta persepsi orang lain dan jangan terlalu mudah untuk menyalahkannya. Karena siapa tahu Anda adalah seorang heterodox yang sebenarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar