Photobucket

Laman

Jumat, 13 Juli 2012

Kaidah Abjadiyyah

Untuk mempelajari huruf Hijaiyah tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu huruf-hurufnya. Huruf Hijaiyah terbagi menjad 28 makhraj (pengucapan huruf). Jika selama ini kita mengenal susunan huruf Arab dari ALIF sampai YA (A-Ba-Ta-Tsa), itu adalah urutan huruf Arab yang sesungguhnya adalah ALIF sampai GHAIN (A-Ba-Ja-Dun atau disingkat ABJAD).

Perhatikan susunan huruf Hijaiyah di bawah ini:


Dalam ilmu hikmah yang akan kita pelajari, tentu saja urutan huruf Hijaiyah yang dipakai adalah Susunan Abjad atau disebut juga dengan istilah Kaidah Abjadiyyah. Dimana dalam kaidah Abjadiyyah ini, setiap huruf memiliki nilai numerik (angka).

Apa itu nilai numerik?

Angka yang kita kenal sekarang yaitu angka 1, 2, 3 dan seterusnya sebenarnya dikenal belum lama oleh manusia. Sebelum ada angka-angka tersebut (1,2,3 dst) orang melakukan penghitungan berdasarkan simbol atau karakter yang merepresentasikan sebuah angka.

Pada awalnya dijumpai angka-angka yang diucapkan dan angka-angka yang disimbolkan dengan jari tangan (diindikasikan oleh posisi tangan dan jari-jari). Bahkan sampai sekarang masih ada segolongan suku di Indonesia yang masih menggunakan metode ini, misalnya cara jual beli sapi di Madura.

Selanjutnya untuk pencatatan secara permanen dan penghitungan diperlukan apa yang disebut sebagai “NUMERAL” yang merupakan sebuah simbol atau karakter yang digunakan untuk mewakili sebuah bilangan. Misalnya, dalam sistim Romawi angka “SATU” disimbolkan (ditulis) dengan huruf “I”. Angka “LIMA” disimbolkan “V”, Sepuluh=X, Limapuluh=L, Seratus=C, Limaratus=D, dan Seribu=M. Bila kita menemukan tulisan Romawi misalnya “MCMLXXV” itu maksudnya adalah angka “1975”.

Jadi Nilai numerik adalah nilai yang melekat pada huruf-huruf atau simbol. Nilai numerik dari setiap huruf Arab dapat dilihat pada table di bawah.


Jika kita memperhatikan sistem angka, maka akan kita dapatkan beberapa fakta bahwa:
  • Angka-angka itu adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. 
  • Maka kita perlu mengulang angka-angka itu lagi untuk menjadi 10 (puluhan), 100 (ratusan), 1000 (ribuan). 
  • Misalnya, untuk membuat angka 10, kita memilih 1 dan 0 dari deretan digit tunggal (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9). 
  • Sehingga, angka 9 adalah angka digit tunggal terakhir. 
  • Sistem per-angka-an normal adalah tak terbatas. Kita seringkali menyebut angka ratusan, ribuan, jutaan, milyaran, dan seterusnya. Namun tidak terdapat “satu angka besar ” yang dapat disebut sebagai angka terakhir yang setelah itu tidak ada lagi angka lain. 
  • Dari sinilah angka 9 digunakan sebagai digit terakhir, tanpa ulangan.
Kaidah Abjad dan nilai numerik ini dipergunakan untuk menghitung nilai suatu nama, Asma Allah dan ayat-ayat Al-Quran. Misalnya dalam bacaan wirid-wirid Asmaul Husnah kita sering menemui jumlah angka wiridnya.

Contoh: Asma Allah “AL KHOBIR” dibaca “Yaa KHOBIR” sebanyak 812 kali. “AL LATHIIF” dibaca “Ya Lathiif” sebanyak 129 kali, Kalimat Basmalah dibaca 786 kali dan sebagainya. Angka-angka tersebut didapat dengan cara dihitung (hisab) dengan kaidah Abjadiyyah. Simak penjelasan berikut ini.

Cara Menghitung (Hisab) Huruf Asma Al-Husna dan Ayat-ayat Suci

Contoh 1: Asma AL-KHABIR :


Kata Asma AL-KHABIR dipisahkan perhuruf, yaitu: alif – lam – kha – ba – ya – ra.

Huruf alif dan lam pada AL tidak dihitung, jadi yang dihitung kata dasarnya (KHABIR = KHA – BA – YA – RA).

Dari tabel Nilai Numerik Huruf Arab (Abjad) didapatkan:

Kha nilainya = 600

Ba nilainya = 2

Ya nilainya = 10
Ra nilainya = 200 +

Jumlahnya = 812

Contoh 2: Asma AL-LATHIF :


Contoh 3: BASMALAH :


Inilah rahasia bacaan “Bismillahirrohmanirrohim” secara masyhur dibaca 786 kali. Para ulama terdahulu menghitungnya berdasarkan Kaidah Abjadiyyah ini.

Demikianlah salah satu kegunaan dari Ilmu Huruf Kaidah Abjadiyyah ini, dan tentu saja dalam ilmu hikmah, kaidah ini masih banya aplikasi pemakaiannya, misalnya sebagai dasar ilmu menulis wafaq (rajah).

(sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar